Menulis dengan Hati, Menulis dengan Merdeka
Oleh: Wawan Susetya
Disampaikan
dalam Pelatihan Menulis Di Dinas Perpustakaan Daerah Tulungagung
Minggu, 6 Mei
2012
Menulis Itu Gampang
“Sebenarnya menulis itu sangat
gampang!” Barangkali ungkapan tersebut tidak berlebihan terutama bagi para
penulis, apalagi penulis senior yang telah banyak makan asinnya garam dalam
dunia tulis-menulis. Bahkan, bagi seorang penulis profesional, menulis
merupakan suatu “kebutuhan” yang tak terelakkan sebagaimana Anda butuh makan-minum,
butuh pakaian, dan seterusnya. Hal itu berarti, jika ia tidak menulis dalam
beberapa hari, misalnya, kemungkinan besar ia akan mengalami pusing atau penat.
Meski kenyataannya banyak para
mahasiswa yang kebingungan ketika mendapat tugas membuat karya ilmiah atau para
mahasiswa tingkat akhir yang kelabakan ketika mengerjakan tugas akhir membuat
skripsi, tetapi sekali lagi menulis itu sebenarnya sangat gampang.
Mengapa gampang?
Bagaimana dikatakan gampang?
Bagaimana tidak gampang, sedang menulis
itu sesungguhnya sekadar
aktivitas merangkai huruf, lalu menjadi kata. Kata demi kata pun dirangkai menjadi kalimat. Kalimat demi kalimat yang dirangkai kemudian menjadi satu paragraf (alinea). Sedang, paragraf yang satu dengan paragraf yang lain jika digabungkan
akan menjadi
satu bab tulisan sebuah
buku.
Dan, bab demi bab tersebut kemudian benar-benar
menjadi sebuah buku yang utuh. Oleh karena itu, agar Anda tidak terlalu pusing
memikirkan buku yang tebal, hendaknya Anda memandang bahwa buku
tersebut hanyalah berisi kumpulan bab demi bab atau
kumpulan tulisan pendek saja.
Sementara, bab atau tulisan pendek itu sendiri hanyalah kumpulan dari paragraf
(alinea), sedang paragraf itu sendiri hanya kumpulan dari
beberapa kalimat, kalimat hanya kumpulan dari beberapa kata, dan kata hanyalah
kumpulan dari beberapa huruf.
Nah, dengan demikian terlihat sederhana bukan?!
Sekali lagi, jika Anda dapat merangkai huruf-huruf
menjadi kata, merangkai kata-kata menjadi kalimat, merangkai kalimat-kalimat
tersebut menjadi paragraf (alinea), merangkai paragraf-paragraf
(alinea-alinea) menjadi sebuah tulisan pendek atau satu bab, dan merangkai
beberapa bab atau beberapa tulisan pendek, maka Anda sudah dapat membuat sebuah buku yang utuh. Sesederhana itulah,
sehingga menulis sebenarnya sangatlah gampang!
Lebih dari itu, mengapa menulis
dikatakan gampang, setidaknya hal itu menyangkut jam terbang. Artinya, semakin
Anda giat berlatih menulis, menulis, dan menulis setiap hari, tentu Anda pun
akan menjadi terlatih dan trampil dalam menulis. Hal itu tak ubahnya
sebagaimana anak-anak kecil ketika belajar naik sepeda, meski kerapkali
mengalami jatuh-bangun, tetapi lama-kelamaan benar-benar menjadi trampil.
Demikianlah bahwa menulis itu memang membutuhkan suatu proses, sering berlatih
dan berlatih, menulis dan menulis secara istiqomah hingga akhirnya benar-benar
menjadi trampil atau mahir.
Menulis dengan Hati, Menulis Merdeka
Aktivitas apa saja yang tidak
dilakukan dengan sepenuh hati, terlebih lagi dalam urusan menulis, niscaya hasilnya
tidak bagus. Hal itu seperti dinyatakan oleh Stephen King: “Menulis adalah
mencipta, dalam suatu penciptaan seseorang mengarahkan tidak hanya semua
pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi ia sertakan seluruh jiwa dan
nafas hidupnya.”
Para pengarang novel hebat, seperti Ahmad Tohari dengan karyanya “Ronggeng Dukuh Paruk”, Andrea Hirata
dengan “Laskar Pelangi”, Habiburrahman
dengan “Ayat-Ayat Cinta”, Pramoedya
Ananta Toer dengan ‘Arok-Dedes’, Gunawan
Muhammad dengan ‘Catatan Pinggir’-nya,
Emha Ainun Nadjib dengan karya-karya esainya, Quraish Shihab dengan
buku-bukunya dan sebagainya telah
menunjukkan hal itu, sehingga karya-karya mereka diminati banyak orang. Mereka
dengan totalitas penuh saat menulis novel, saat berkarya.
Oleh karena itu, sebelum berkarya
menulis, sebaiknya Anda menenangkan diri terlebih dahulu. Jika Anda sudah dapat
menguasai diri dengan melibatkan sepenuh hati serta dengan totalitas penuh, niscaya
tulisan-tulisan Anda akan dapat mencerahkan, memberi inspirasi, membangun jiwa,
atau memberi pengetahuan dan seterusnya bagi pembaca Anda.
Ketahuilah bahwa sebenarnya menulis itu merupakan sebuah kemerdekaan bagi setiap orang, termasuk Anda! Kita semua berhak menulis apa saja, tentu maksudnya
menulis yang bersifat positif. Dan, karena menulis adalah ekspresi kemerdekaan,
maka Anda jangan merampas
kemerdekaan orang lain. Jangan pula, misalnya Anda membuat tulisan yang isinya
mengancam keselamatan orang lain, menghina dan menghujat, mengumbar
seksualitas, menebarkan api kebencian, menodai agama dan kepercayaan orang
lain, dan seterusnya.
Saya yakin bahwa semua penulis akan
merasa senang, girang hati dan bahagia tatkala tulisannya—entah berupa artikel,
cerpen, atau easy—dimuat di media massa (majalah, koran), apalagi ketika naskah
buku Anda diterbitkan oleh penerbit! Bahkan, para wartawan yang tulisan
beritanya 99 persen akan dimuat di medianya, toh mereka tetap merasa senang
ketika melihat tulisannya dimuat di majalah/koran mereka. Makanya pagi-pagi
ketika koran datang, tentu yang dilihat oleh para wartawan yaitu tulisan mereka
sendiri.
Berbeda dengan di era globalisasi
dewasa ini, Anda dapat mengirim tulisan berupa puisi, cerpen, easy, artikel dan
dijamin pasti dimuat atau ditayangkan, misalnya di jejaring sosial, seperti
facebook atau kompasiana, dan sebagainya. Kalau Anda mempunyai uang lebih, maka
Anda pun bisa menerbitkan buku di penerbitan indie. Bukan hanya penerbit indie
saja, bahkan penerbit besar pun sekarang ini mau menerbitkan tulisan orang lain
termasuk soal pembiayaannya. Tak mengherankan jika kesempatan itu dimanfaatkan
oleh para politisi yang hendak membangun citra diri untuk kepentingan Pilkada
II dan I, pilihan legislatif, dan seterusnya. Tetapi, puaskah jika Anda
melakukan hal seperti itu? Sebab, sejelek apapun naskah tulisan Anda, karena
Anda sendiri yang menanggung biayanya, tentu naskah buku Anda itu dapat
diterbitkan oleh penerbit berskala nasional dengan kelengkapan ISBN-nya pula.
Menurut saya, karena menulis
merupakan wahana kemerdekaan setiap individu, maka kesempatan itu hendaknya
kita pergunakan sebaik mungkin. Misalnya bagaimana kita dapat membuat suatu
tulisan yang bersifat informatif, menggugah kesadaran agar bangkit berkarya,
mencerahkan, membangun jiwa, memberikan penyadaran untuk menemukan diri, menebarkan
ilmu pengetahuan yang positif, dan seterusnya. Pendek kata, Anda dapat
menyampaikan pesan positif melalui buku yang Anda buat, entah buku fiktif
(novel) atau non fiktif.
Rahasia dalam Menulis Buku
Disadari atau tidak sesungguhnya kedudukan
seorang penulis adalah sebagai seorang yang menguasai ilmu pengetahuan. Betapa
tidak! Bayangkan, bagaimana kita akan dapat menulis bila tanpa menguasai ilmu
pengetahuan? Atau, katakanlah bagaimana kita akan dapat menuangkan pemikiran
kita bila tidak menguasai suatu ilmu apapun?
Idealnya, seorang penulis memang
menguasai suatu ilmu tertentu (spesifik), sebagaimana jalur akademik di
perguruan tinggi yang kalau digambar bentuknya seperti piramida. Semakin tinggi
ilmu seseorang, maka ia akan semakin mengerucut (khusus). Seorang lulusan S-3
(Doktor) adalah seorang yang menguasai pada satu bidang secara khusus, yang
lebih spesifik daripada lulusan Sarjana S-1 dan S-2. Atau, istilahnya seorang
pakar atau seorang ahli adalah “mengetahui banyak terhadap sedikit hal”. Sedangkan
saya, maaf, dalam kapasitas sebagai penulis ini, sesungguhnya sangat kurang
ideal karena latar-belakang saya sebagai wartawan, maka saya menggunakan teori;
“mengetahui sedikit terhadap banyak hal”.
Meski demikian, tentu siapapun boleh
menjadi penulis, termasuk Anda semua. Dalam hal ini, tak berlebihan kiranya
jika kita dituntut untuk terus belajar dan belajar, terutama berkaitan dengan
minat-bakat yang kita senangi. Betapa banyaknya orang-orang yang bukan sarjana,
ternyata mereka memiliki kemampuan hebat dalam menulis. Sebaliknya, betapa
masih banyak pula kalangan intelektual dari akademisi yang merasa kesulitan
menuangkan pemikirannya melalui tulisan atau buku!
Sebelum menulis buku, banyak orang
yang memulai menulis artikel, opini, easy, cerpen atau resensi yang kemudian
dikirimkan ke media massa. Lama-kelamaan, setelah terbiasa dan terlatih menulis
cerpen, misalnya, dia akan melanjutkan menulis novel (fiksi) hingga diterbitkan
oleh penerbit. Demikian halnya yang terbiasa menulis artikel (opini) di
koran-koran, lama-kelamaan mereka pun akan terlatih dan mahir menulis buku non
fiksi.
Lalu, apa rahasianya agar kita dapat menulis buku?
Dalam hal ini, menurut hemat saya, ada dialektika atau hubungan
timbal-balik yang tidak boleh dilupakan yaitu membaca dan menulis. Ini
merupakan ‘kata kunci’ penting yang musti dijaga oleh para calon penulis.
Dengan banyak membaca, membaca apa saja seperti buku, majalah, koran, browsing internet, dan seterusnya tentu
akan memudahkan kita mendapatkan inspirasi atau informasi yang mencerahkan.
Apalagi, membaca merupakan perintah pertama Tuhan, sebagaimana ternukil dalam ayat
pertama dalam Surah Al-‘Alaq (al-Qur’an), yaitu iqra’ (bacalah!). Jelas hal itu mengisyaratkan bahwa membaca
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi umat manusia.
Bahkan, disadari atau tidak, sesungguhnya pola pikir dan tindakan kita
pun akan diwarnai oleh buku apa yang kita baca! Betapa ruginya jika kita telah
membaca banyak hal yang merupakan input, tetapi
kita tidak mampu menuliskannya sebagai out
put atau produk yang Anda hasilkan. Renungkanlah penuturan Stephen King: “Membaca
adalah pusat yang tidak bisa dihindari oleh seorang penulis”.
Bahkan, Hernowo Hasyim, seorang penulis dan praktisi kepenulisan
mengatakan, “Penulis
yang baik, karena ia menjadi pembaca yang baik”.
Dalam hal ini Hernowo Hasyim menandaskan tentang pentingnya ‘mengikat
makna’, yakni mengikat ilmu pengetahuan
yang Anda baca dengan menuliskannya. Membaca memang baik dan penting, tetapi
jika hanya membaca tanpa menulis, tentu tidak menjadi sempurna. Bukankah
menulis lebih baik daripada sekedar membaca saja? Hal itu nampaknya identik
dengan hadits Nabi Saw: “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”
Imam al-Ghazali yang dikenal dengan sebutan ‘Hujjatul Islam’ mengatakan, “Kalau kamu bukan anak raja dan
engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. Yang jelas, pernyataan Imam al-Ghazali tersebut mengisyaratkan bahwa
menulis merupakan amal sholeh dalam kehidupan sehari-hari. Dan, dalam
sejarahnya karya buku Imam al-Ghazali sebanyak 313 buah, sedang yang sudah
masuk ke Indonesia hanya sekitar 18 buku. Salah satu karya Imam Ghazali yang
paling kesohor yaitu berjudul Ihya’
Ulumuddien.
Kalau, misalnya, Anda sudah membaca
buku atau majalah dan koran, menonton televisi, berselancar ke dunia maya
(internet) dan seterusnya, tetapi belum mendapatkan inspirasi tentang tema apa
yang hendak Anda tulis, barangkali ada baiknya Anda berdiam diri di tempat yang
sunyi untuk melakukan perenungan (kontemplasi). Dan, jangan heran ketika Stephen
King mengatakan: “Kita
tidak harus menunggu datangnya inspirasi itu, kita sendirilah
yang menciptakannya”!
Dan, menurut Stephen King, ketika seorang penulis hanya menunggu dan menunggu datangnya inspirasi itu, maka
sebenarnya ia belum menjadi dirinya sendiri. Di sinilah
pentingnya bagi seorang penulis untuk mengetahui minat-bakatnya sejak awal,
sehingga mengetahui benar tentang apa yang harus ia tulis, termasuk siapa
gerangan segmen (pangsa pasar) pembaca dari karya buku yang Anda hasilkan.
Yang paling penting yaitu bahwa menulis, menurut Sastrawan Pramoedya
Ananta Tour identik bekerja untuk keabadian! Betapa pun seseorang sangat
pandai, bahkan bergelar Profesor Doktor sekalipun, tetapi jika dia tidak
membuahkan karya tulis berupa buku, niscaya dia tak akan dikenang dalam
sejarah. Dengan menulis, maka karya Anda akan dapat dinikmati sepanjang masa
oleh generasi sesudah kita hingga anak-cucu kelak dan seterusnya.
Hal-hal Penting dalam Menulis
Patut dicatat bahwa bagi para calon penulis diharapkan memiliki
kebiasaan diskusi, yang sejatinya merupakan perwujudan berpikir itu sendiri.
Artinya, para calon penulis diharapkan sangat kreatif, berpikir kritis, cerdas,
memiliki daya kontekstual hebat dalam menggabungkan antara teori dan kenyataan
di masyarakat.
Para calon penulis buku tidak saja dituntut menguasai teknik-teknik
menulis yang baik dan benar, bahkan mereka diharapkan dapat menghadirkan “ruh” pada
karya tulis (buku) yang mereka buat. Harapannya agar tulisan Anda bukan saja
enak dibaca, tetapi juga penting. Bahkan, karya tersebut dijadikan referensi
bagi penulis lain, dikoleksi di perpustakaan umum, dijadikan pegangan
akademisi, dan terlebih dapat mencerahkan para pembaca Anda.
Lalu, hal-hal apa saja yang patut
diperhatikan oleh para calon penulis buku?
Setidaknya ada beberapa hal penting sebagai rambu-rambu yang patut
diperhatikan bagi para calon penulis buku, yaitu;
1). Membangun
Keyakinan
Bahwa buku kita akan diterima
publik, dapat memberikan inspirasi dan menggugah orang lain atau bahkan menjadi
best seller, sebenarnya dalam hal ini
memiliki peluang yang sama dengan penulis hebat sekali pun. Jadi, antara
penulis pemula dengan penulis senior tak ada bedanya.
2). Persepsi
Menulis Buku Mudah
Ini penting, sebab orang yang tidak memiliki persepsi bahwa menulis buku
itu sebenarnya mudah, maka ia akan menganggap bahwa menulis buku itu sulit.
Kalau demikian, selamanya ia merasa sulit menulis buku.
3). Memilih Tema
Yang Tepat
Dalam memilih tema ini disesuaikan
dengan kesenangan atau minat Anda dalam menulis buku. Selain itu, bolehlah jika
kita menengok tentang tema buku yang sedang ngetren atau menjadi best seller saat ini. Dan, jika Anda
mampu menuliskannya, mengapa tidak?
4). Membuat Outline
atau Kerangka Tulisan
Pembuatan outline atau kerangka tulisan ini tujuannya agar penulisan
kita menjadi efektif, lebih fokus dan tidak melebar. Tetapi, bagi Anda yang dapat menulis tanpa membuat outline atau
kerangka tulisan, hal itu juga tidak masalah.
5). Memiliki
Gaya Penulisan
Sendiri
Boleh jadi, pada saat awal latihan menulis, Anda boleh meniru gaya
penulis yang Anda senangi, seperti gaya Gunawan Muhammad, Emha Ainun Nadjib,
Andrea Hirata, Habiburrahman El-Shirazy dan sebagainya. Setelah berulangkali
Anda menulis seperti gaya penulis idola, maka Anda berusaha menjadi menjadi
diri Anda sendiri. Artinya, Anda sudah mempunyai gaya penulisan sendiri,
sehingga berbeda dengan gaya penulis idola Anda sebelumnya.
6). Menguasai Teknik Penulisan
Sebagai seorang penulis, maka kita dituntut untuk menguasai teknik penulisan berdasarkan pilihan kita, apakah kita hendak menulis buku
fiksi atau non fiksi.
7). Mengalirkan
Gairah,
Semangat, Visi dan Misi
Salah satu
rahasia keberhasilan buku-buku bestseller
adalah pada kemampuannya dalam “berbicara” atau menjalin hubungan emosional
dengan para pembacanya. Buku yang mengesankan adalah buku yang mampu memengaruhi
dan menggerakkan pembacanya, miscalnya dengan mengungkapkan
pikiran-pikiran atau ide-idenya. Dengan demikian penulis
mampu mentransfer antusiasme, keyakinan, visi-visi, dan kejujurannya kepada
pembaca.
8). Menguasai Teknik
Pengayaan Dan Penyuntingan
Naskah
Setelah kita selesai melakukan penulisan buku, hendaknya kita lakukan pengolahan atau editing naskah kita sehingga
menjadi sempurna.
Dalam hal ini termasuk mengecek lagi tentang penyuntingan
dan pengayaan, istematika tulisan, judul bab dan sub bab, ketepatan teori dan pendekatan,
kelengkapan data maupun variasi contoh kasus, pengembangan gaya bahasa populer,
dan termasuk editing bahasa.
9). Memilih Judul yang
Tepat
Judul-judul buku seperti Ayat-Ayat
Cinta, Laskar Pelangi, atau buku-buku saya; Cermin Hati, Kontroversi Ajaran Kebatinan, Perdebatan Langit Dan Bumi,
Brawijaya Moksa, dan seterusnya, menurut saya sudah bagus. Diharapkan
paling banyak tiga kata, tidak lebih. Kalau lebih dari tiga kata, jadinya malah
membosankan. Setidaknya, dengan tiga kata, maka judul tersebut dapat memberi
kesan positif kepada pembaca.
10). Mencari
Penerbit yang Sesuai
Langkah terakhir jika buku kita sudah selesai, yakni mencari penerbit
yang memiliki misi yang sesuai dengan isi tulisan kita. Semakin besar penerbit
tersebut, maka akan semakin terbuka peluang buku kita diterima pubik atau
menjadi laris-manis di pasaran, syukur best
seller.
o0o