Sabtu, 07 Juli 2012
Kamis, 05 Juli 2012
Terbit Th 2012
KUASA KEPIMPINAN ILAHIAH, PENERBIT PTS MILLENIA MALAYSIA, 2012
KETIKA Allah Swt menciptakan manusia, tentunya, Dia
sebagai ‘Sutradara jagad semesta’
juga menurunkan model kepemimpinan—baik dalam kepribadian maupun kepemimpinan
universal—sebagaimana yang diaplikasikan 25 Rasul/Nabi Allah sejak Nabi Adam
a.s hingga Nabi Muhammad Saw. Dalam konteks khalifah Allah di muka bumi, Dia
tidak menjadikan Malaikat sebagai utusan-Nya, tetapi Dia mengangkat manusia
biasa dari kalangan mereka sendiri. Hal tersebut jelas mengisyaratkan adanya
kevalidan dalam mengatur umat manusia; sebab mereka tidak diperintah untuk
meniru Malaikat, melainkan meneladani kepribadian dan kepemimpinan para
Rasul/Nabi Allah yang juga manusia biasa.
‘Perjalanan
ruhani’ 25 Rasul/Nabi Allah di dalam al-Qur’an, jika disimak secara seksama
menunjukkan adanya perjalanan yang utuh dalam diri manusia. Selanjutnya,
‘perjalanan ruhani’—dalam wacana kerasulan dan kenabian tersebut—terus bergerak
dan menuju pada tingkat kesempurnaan yang dipresentasikan atau dimanifestasikan
oleh Nabi Pamungkas Jagad; Muhammad
Saw. Dengan demikian, Muhammad Saw merupakan penyempurna dari para Rasul/Nabi
Allah sebelumnya.
Demikian
juga dalam wacana kepemimpinan Ulul ‘Azmi—yakni
lima orang Rasul/Nabi Allah yang dinilai sangat besar perjuangannya dalam
melakukan syi’ar agama Allah dan
menghadapi umatnya—juga mengisyaratkan adanya ‘perjalanan ruhani’ manusia. Nabi
Nuh a.s yang melambangkan ‘bayi’ atau ‘anak kecil’, Nabi Ibrahim a.s
melambangkan ‘anak remaja’, Nabi Musa a.s melambangkan ‘pemuda perkasa’, Nabi
Isa a.s melambangkan ‘orang tua yang lembut’, dan Nabi Muhammad Saw
melambangkan penyempurna kepribadian komprehensif dari semua ‘spesialisasi’
watak penugasan para Rasul sebelumnya itu.
Itulah
induk kepemimpinan universal yang harus dijadikan poros atau pusat perhatian umat manusia.
Sebab, kepemimpinan Rasul/Nabi Allah didasarkan atas dua hal prinsip: yakni
peran sebagai seorang utusan Allah yang menerima wahyu Ilahi sehingga mendapat
bimbingan-Nya yang haq dan peran
mentranformasikan nilai-nilai ilahiyah ke dalam kemasyarakatan yang dalam
sejarahnya selalu mendapat pertentangan serta perlawanan yang hebat dari
kaumnya.
Meski
Muhammad Saw sebagai Nabi terakhir, tetapi kepemimpinan universal yang memancar
dan mencahaya dalam kepribadiannya akan diwarisi dan diteruskan oleh para
penerusnya yang berpegang pada dua sumber; al-Qur’an dan hadits Nabi.
Sepeninggal Muhammad, bagaimana kiprah
dan sepak terjang para sahabat Nabi—khususnya empat sahabat; Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khathab, Usman Bin
Affan dan Ali Bin Abi Thalib—yang mengekspresikan kepemimpinan yang dihayati
dan dijiwainya dari kepemimpinan Rasulullah.
Dan, demikian halnya dengan
‘kepemimpinan’ perempuan yang dipresentasikan dengan empat wanita termulia;
yakni Siti Khadijah (isteri Nabi Muhammad Saw), Siti Maryam (ibunda Nabi Isa
a.s), ‘Asiyah (isteri Raja Fir’aun) dan Fatimah az-Zahra (puteri Muhammad dan
Khadijah). Mereka, sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah Saw adalah sebaik-baik
penghuni surga. Dan, mereka adalah para perempuan yang memiliki derajat yang paling
tinggi di sisi-Nya.
Langganan:
Postingan (Atom)