Jumat, 06 Juli 2007

Surga dan neraka

WACANA mengenai surga-neraka sudah dikenal oleh pemeluk Agama Islam sejak kecil. Bahkan tak jarang, anak kecil yang sok bandel seringkali ditakut-takuti dengan ancaman siksa neraka yang mengerikan; yakni digambarkan dengan api yang membara! Sebaliknya, untuk menggugah semangat anak-anak kecil dalam beribadah, tak ayal surga-lah yang dijadikan sebagai iming-iming alias harapan agar ia mau taat menjalankan perintah-Nya, misalnya mengerjakan shalat.
Meski demikian, hendaknya penyampaian wacana surga-neraka tersebut tidak mandheg atau stagnan (!), tetapi diteruskan, ditingkatkan, dan diarahkan pada penghayatan serta penjiwaan yang lebih mendalam. Apakah itu? Yakni menajamkan analisis dan apresiasi mengenai tauhid; meng-Esa-kan Allah Swt alias menomorsatukan-Nya. Ibaratnya, jangan mentang-mentang memberikan senyuman manis di Bulan Ramadhan itu berpahala, lantas Anda senyum-senyum terus kepada orang! Bagaimana kalau orang lain menganggap Anda telah sinting atau tidak waras?! Semuanya harus tetap proporsional.
Itulah sebabnya, mengerjakan ibadah yang dilandasi karena ingin mengharap pahala atau surga-Nya saja—pinjam istilah Emha Ainun Nadjib—hal itu masih pencapaian pada ‘terminal pertama’, yang hendaknya diteruskan pada ‘terminal kedua’ atau terakhir; yakni karena taat (cinta, mahabbah kepada-Nya)! Atau, pandangan tentang pahala (surga) itu, ibaratnya hanya sebatas satu wajah permukaan sekeping uang, yang semestinya dilanjutkan dengan permukaan wajah keping uang lainnya, sehingga menjadi bolak-balik dalam satu keping mata uang. Dengan demikian, dalam menjalankan ibadah apa saja—baik yang ibadah mahdhah (khusus) atau ibadah umum—bukan dilandasi karena ingin meraih pahala atau surga-Nya, tetapi semata-mata karena ketaatan atau kecintaan kepada-Nya. Subhanallah, hanya hamba-hamba-Nya pilihan saja yang bisa menerapkan amaliyah seperti itu.
Dalam sejarah peradaban mengenai peribadatan, setidaknya memang ada tiga alasan mengapa manusia menjalankan ibadah.
Pertama, manusia beribadah karena merasa takut terhadap siksa neraka.
Kedua, manusia beribadah karena ingin mendapatkan pahala (surga).
Ketiga, sebagian kecil manusia ada yang beribadah karena semata-mata taat (cinta) kepada-Nya.
Dan, orang yang taat, cinta, serta senantiasa berdzikir (mengingat-Nya) siang dan malam, mereka bukan saja mendapatkan surga tertinggi (Surga Firdaus), tetapi juga mendapatkan bonus di dalamnya; yakni memandang wajah Allah yang mulia, sebagaimana firman-Nya: “Wajah-wajah para ahli surga pada hari itu berseri-seri, karena dapat melihat kepada Tuhannya.” (QS Surah Qiamah: 22-23).


Dari buku; Jika Surga-Neraka (Tak Pernah) Ada, Penerbit REPUBLIKA JAKARTA, 2007.

Tidak ada komentar: